AKU TULIS
PAMPLET INI
Oleh :
W.S. Rendra
Aku tulis
pamplet ini
karena
lembaga pendapat umum
ditutupi
jaring labah-labah
Orang-orang
bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan
diri ditekan
menjadi peng
- iya - an
Apa yang
terpegang hari ini
bisa luput
besok pagi
Ketidakpastian
merajalela.
Di luar
kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi
marabahaya
menjadi isi
kebon binatang
Apabila
kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup
akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga
pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak
mengandung perdebatan
Dan akhirnya
menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis
pamplet ini
karena
pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan
merpati pos.
Aku ingin
memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin
membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak
melihat alasan
kenapa harus
diam tertekan dan termangu.
Aku ingin
secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk
berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa
ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran
telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan
telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari
menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan
memberi mimpi pada dendam.
Gelombang
angin menyingkapkan keluh kesah
yang
teronggok bagai sampah
Kegamangan.
Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis
pamplet ini
karena kawan
dan lawan adalah saudara
Di dalam
alam masih ada cahaya.
Matahari
yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok
pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam
air lumpur kehidupan,
aku melihat
bagai terkaca :
ternyata
kita, toh, manusia !
DOA SEORANG
SERDADU SEBELUM BERPERANG
Oleh :
W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu
membayang di kota terbakar
dan firmanMu
terguris di atas ribuan
kuburan yang
dangkal
Anak
menangis kehilangan bapa
Tanah sepi
kehilangan lelakinya
Bukannya
benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai
dan wajah mati yang sia-sia
Apabila
malam turun nanti
sempurnalah
sudah warna dosa
dan mesiu
kembali lagi bicara
Waktu itu,
Tuhanku,
perkenankan
aku membunuh
perkenankan
aku menusukkan sangkurku
Malam dan
wajahku
adalah satu
warna
Dosa dan
nafasku
adalah satu
udara.
Tak ada lagi
pilihan
kecuali
menyadari
-biarpun
bersama penyesalan-
Apa yang
bisa diucapkan
oleh bibirku
yang terjajah ?
Sementara
kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap
bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat
kugenggam senapanku
Perkenankan
aku membunuh
Perkenankan
aku menusukkan sangkurku
Mimbar
Indonesia
GERILYA
Oleh :
W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata
biru
lelaki
berguling di jalan
Angin
tergantung
terkecap
pahitnya tembakau
bendungan
keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata
biru
lelaki
berguling dijalan
Dengan tujuh
lubang pelor
diketuk
gerbang langit
dan menyala
mentari muda
melepas
kesumatnya
Gadis
berjalan di subuh merah
dengan
sayur-mayur di punggung
melihatnya
pertama
Ia beri
jeritan manis
dan duka
daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata
biru
lelaki
berguling dijalan
Orang-orang
kampung mengenalnya
anak janda
berambut ombak
ditimba air
bergantang-gantang
disiram atas
tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata
biru
lelaki
berguling dijalan
Lewat gardu
Belanda dengan berani
berlindung
warna malam
sendiri
masuk kota
ingin ikut
ngubur ibunya
Siasat
GUGUR
Oleh :
W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi
yang dicintainya
Tiada kuasa
lagi menegak
Telah ia
lepaskan dengan gemilang
pelor
terakhir dari bedilnya
Ke dada
musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi
yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di
badannya
Bagai
harimau tua
susah payah
maut menjeratnya
Matanya
bagai saga
menatap
musuh pergi dari kotanya
Sesudah
pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda
mengangkatnya
di antaranya
anaknya
Ia menolak
dan tetap
merangkak
menuju kota
kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi
yang dicintainya
Belumlagi
selusin tindak
mautpun
menghadangnya.
Ketika
anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang
berasal dari tanah
kembali
rebah pada tanah.
Dan aku pun
berasal dari tanah
tanah
Ambarawa yang kucinta
Kita
bukanlah anak jadah
Kerna kita
punya bumi kecintaan.
Bumi yang
menyusui kita
dengan mata
airnya.
Bumi kita
adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita
adalah kehormatan.
Bumi kita
adalah jiwa dari jiwa.
Ia adalah
bumi nenek moyang.
Ia adalah
bumi waris yang sekarang.
Ia adalah
bumi waris yang akan datang."
Hari pun
berangkat malam
Bumi
berpeluh dan terbakar
Kerna api
menyala di kota Ambarawa
Orang tua
itu kembali berkata :
"Lihatlah,
hari telah fajar !
Wahai bumi
yang indah,
kita akan
berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali
waktu
seorang
cucuku
akan
menacapkan bajak
di bumi
tempatku berkubur
kemudian
akan ditanamnya benih
dan tumbuh
dengan subur
Maka ia pun
berkata :
-Alangkah
gemburnya tanah di sini!"
Hari pun
lengkap malam
ketika
menutup matanya
HAI, KAMU !
Oleh :
W.S. Rendra
Luka-luka di
dalam lembaga,
intaian
keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di
dalam pergaulan antar manusia,
duduk di
dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak
dengan memandang cakrawala.
Jari-jari
waktu menggamitku.
Aku menyimak
kepada arus kali.
Lagu
margasatwa agak mereda.
Indahnya
ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah
himpitan-himpitan yang mengekangku.
Jakarta, 29
Pebruari 1978
Potret
Pembangunan dalam Puisi
AKU SEORANG
GERILYA
(Untuk
puteraku Isaias Sadewa)
Oleh :
W.S. Rendra
Engkau
melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi
cahaya matahari.
Aku di sini
memandangmu,
menyandang
senapan, berbendera pusaka.
Di antara
pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau
berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau
menjadi suatu keindahan,
sementara
dari jauh
resimen tank
penindas terdengar menderu.
Malam
bermandi cahaya matahari,
kehijauan
menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam
hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau
menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku
habis
dan darah
muncrat dari dadaku.
Maka di saat
seperti itu
kamu
menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama
kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam
berjuang membela rakyat jelata
LAGU SERDADU
Oleh :
W.S. Rendra
Kami masuk
serdadu dan dapat senapang
ibu kami
nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah
kami campur arak!
Yoho, mimpi
kami patung-patung dari perak
Nenek cerita
pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah
yang baik untuk mati
Dan kalau ku
telentang dengan pelor timah
cukilah ia
bagi puteraku di rumah
Siasat
NOTA BENE :
AKU KANGEN
Oleh :
W.S. Rendra
Lunglai -
ganas karena bahagia dan sedih,
indah dan
gigih cinta kita di dunia yang fana.
Nyawamu dan
nyawaku dijodohkan langit,
dan anak kita
akan lahir di cakrawala.
Ada pun mata
kita akan terus bertatapan hingga berabad-abad lamanya.
Juwitaku
yang cakap meskipun tanpa dandanan
untukmu
hidupku terbuka.
Warna-warna
kehidupan berpendar-pendar menakjubkan
Isyarat-isyarat
getaran ajaib menggerakkan penaku.
Tanpa
sekejap pun luput dari kenangan padamu
aku bergerak
menulis pamplet, mempertahankan kehidupan.