Kamis, 25 November 2010

CERPEN SISWA

PAHLAWAN TANPA TANDA JASA
Oleh:Lian Wadniarum.K.D (kelas 9D tahun 2009/2010)

            Langkah santai dan gembira menaungiku pagi ini dengan semangat yang menggebu aku berjalan melewati jalan setapak untuk menuju sekolahku yang mungil. Betapa bahagianya aku karena hari ini aku berhasil berangkat sekolah sendiri tanpa diantar ibuku tersayang. Sesampainya di sekolah aku disambut ibu guruku dengan senyum lebar. Dengan sedikit menatapku dan melihat sekelilingku ibu guruku  tersenyum lalu berkata padaku.
            “ Tumben berangkat sendiri.”
            Kujawab pertanyaan guruku dengan semangat dan penuh dengan rasa suka cita.
            “ Kan sudah besar!”
            Ibu guruku tersenyum kembali lalu menyuruhku untuk segera masuk ke kelas, sudah banyak temanku yang datang kuletakkan tas di meja kecilku lalu aku segera berlari untuk bergabung dengan teman-temanku. Bu Wahyu masuk ke kelas, itu tandanya kami sudah harus mulai untuk belajar, setelah doa kami segera mengambil buku kutulis beberapa huruf yang aku sendiri tak tau rangkaiannya. Karna hari ini hari Senin kami semua diajak guru kami tercinta untuk belajar upacara bendera, pengibaran sang saka merah putih, dalam hati aku kagum ternyata sang merah putih masih dapat berkibar di tiang tinggi.
            Pulang sekolah aku tak pulang sendiri,aku pulang dengan teman-teman ku yang lain.Ternyata ibuku tersayang sudah menungguku digang dekat rumah,mungkin dalam hati ibu berkata “Untunglah anakku selamat.”Seperti layak nya anak-anak aku tak pernah melupakan ataupun meninggalkan jadwalku yang satu ini.Bermain dengan teman-teman adalah kegiatan pokok bagiku.Akibatnya ibu selalu marah padaku karna aku selalu bermain dan lupa untuk mengerjakan tugas sekolah.Kalau malam aku juga tak lupa untuk menonton acara tv dengan nenek,sehingga setuiap pagi Ibu selalu teriak-teriak karna aku belum mengerjakan tugas,kalau sudah begitu ingin rasanya telingaku bertransmigrasi.Aku sadar kalau dalam hal ini akulah yang salah.Sebelum aku berangkat sekolah aku harus menyelesaikan tugas sekolahku terlebih dahulu apalagi aku sulit untuk bangun pagi, jadi aku selalu telat setiap kali berangkat sekolah tapi guruku tak pernah memarahiku hanya teguran lembut yang diucapkannya padaku.
            Tiap pagi kalau aku belum mengerjakan tugas aku selalu sarapan pagi dengan ocehan ibu yang sangat pedas. Tapi beda dengan pagi ini aku tak sarapan ocehan ibu dan telingaku juga ta usah transmigrasi karena tugas sekolah sudah aku kerjakan tadi malam itu juga karena sinetron kesayanganku dan nenek sudah tamat kemarin malam, jadi Ibu pasti tersenyum bangga padaku. Pagi ini rasanya tak ada beban lagi. Sesampainya di sekolah aku belum terlambat dan satu hal yang tak kulupakan Ibu guru memberikan usapan jempolnya untukku ,ah betapa bahagianya hati ini.Tapi sayang dikelas aku menangis kencang hingga teman sekelas melihatku. Aku menaggis karena tempat duduk ku mesti dipindah,dan aku duduk dengan temanku tria.Tria memang teman sekelas kami tapi sayang dia tidak memiliki teman, karena teman-teman takut apabila harus bermain dengannya. Kata teman-teman mukanya menakutkan, seragamnya kumal, wajahnya kusut. Sebetulnya bukan itu masalahnya karena aku dan teman-teman tak pernah memandang teman dari tingkat ekonomi dan sosial, itu kata guruku Bu Mila. Di saat jam istirahat aku dipanggil ibu guru untuk ke kantor. Aku tak tahu rasanya aku tak punya masalah aku disuruh duduk dan tangan guruku membelaiku lembut.
            “ Kau harus tahu mengapa Tria seperti itu.”
            “ Memangnya kenapa, Bu?”
            dengan penuh perhatian aku dengarkan cerita guruku.
            “ Sejak kecil Tria sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya. Ayahnya pergi entah kemana. Sementara ibunya, sudah menikah lagi dan sekarang tinggal di luar kota.”
            Sebetulnya aku tak paham waktu itu tentang apa yang diceritakan guruku. Tapi sedikit aku juga mengerti karena penasaran aku pun menanyakan lebih lanjut pada guruku.
            “ Lalu dia tinggal dengan siapa, Bu?”
            “ Dia tinggal dengan neneknya dan kau juga harus tahu bahwa setiap kali pulang sekolah dia tak bisa leluasa bermain seperti kamu dengan teman-teman yang lain. Dia mesti membantu neneknya mencari rumput atau menimba air.”
            Dalam hati aku merasa kasihan pada temanku yang satu ini.Ternyata teman yang kami jauhi sangat menderita.Guruku menyuruhku untuk mengatakan pada teman -teman tentang hal itu.Semua teman ku mengerti dan sejak saat itu kami menjadi teman biasa.Tapi aneh sudah 7 hari dia tidak berangkat ,menurut surat yang dibawa neneknya ke sekolah Tria sakit tapi kami tak tau dia sakit apa.Akhirnya guru kami mengajak kami kerumah nya ternyata kaki sebelah kanan nya melepuh karena tersiram air panas.Kami merasa kasihan dan berdoa supaya dia cepat sembuh.Hari-hari yang kami lalui di sekolah berlangsung sangat indah tak ada sekat yang memisahkan kami dam kami adalah satu.Guru kami masih setia mengajari kami menerangkan tentang huruf dan merangkainya agar dapat kami baca.Mengajarkan pada kami tentang perkalian ,penjumlahan dan pengurangan,memberi tau tentang Sukarno,Pattimura,R.A. Kartini dan Ki Hajar Dewantara.Pagi ini tak seperti biasanya guru kami telat berangkat padahal ia selalu mengajari kami tentang kedisiplinan. Pintu sekolah juga masih terkunci, kami menunggu di halaman sekolah. Sampai kedua Ibu Guruku datang, membuka pintu lalu menyuruh kami untuk masuk. Wajah Ibu guru terlihat murung. Setelah kami duduk dan berdoa, Ibu Guru kami tercinta mulai bicara.
            “ Innaillahi wa inna illahi rojiun.”
            Jantung kami berdetak kencang, ternyata tadi malam Tuhan telah mengambil guru kami tercinta. Bu Mila telah tiada, karena penyakit komplikasinya, yang aku tau Ibu Mila pergi dan takkan mengajar kami kembali. Padahal masih teringat jelas dalam memori kami bahwa Ibu Milalah yang mengajarkan kami tentang senyum dan makna dari kehidupan Tak kusangka tenyata Kematian telah memisahkan kami.
            Kami sadar kami harus tetap berjalan demi menggapai masa depan. Tuhan berikan tempat terindahmu untuk guru kami tercinta. Tak terasa tinggal enam bulan kami berada di sekolah ini,begitu banyak kenangan yang telah kami ciptakan di sekolah mungil ini dan betapa indahnya masa kebersamaan itu.Kami  adalah satu ,kami tak tau sekat antara laki-laki dan perempuan yang kami tau kami adalah teman.Kami pernah merasa terpisah ketika satu dari kami harus pergi kami merasa kehilangan.Waktu itu teman kami harus pindah sekolah karena ia harus ikut dengan orang tuanya,namanya Alfa dia pindah ke Tegal.Saat ia  harus pergi kami mengantarnya sampai depan sekolah.Kami ucapkan salam terakhir untuknya.Selamat jalan sahabat semoga kau tak melupakan kami dan sekolah mungil ini karna sekolah ini adalah bagian dari kehidupan kita demi keindahan di masa depan.
            Hari ini hari perpisahan karena kami sudah selesai belajar di sekolah mungil ini.Dengan membawa keranjang hijau ke rumah itu tandanya lepaslah seragam hijau putih dari tubuh kami.Tinggal kami berjalan mengikuti sang waktu yang akan terus mengiring kita menuju masa depan.
            Udara masih dingin,burung masih hangat disarang dan embun masih enggan meninggalkan kuncup daun,sementara dari belakang kokok ayam saling bersahut-sahutan.Angin masih meninggalkan sisa pagi,tak terasa waktu kian cepat berlalu,hingga aku tak sadar tentang semua perubahan yang telah kualami.Hampir 10 tahun cerita itu terbingkai,tapi kenangan itu masih masih melekat indah dihatiku,dan kini seragam yang kukenakan bukanlah hijau putih karena telah diganti oleh sang waktu dengan biru putih,dan sekian tahun itu aku tak pernah berjumpa dengan teman-temanku.
            “Kawan kapan kita akan berjumpa kembali? Dan memeluk erat guru kita tercinta dan bersenandung tentang masa yang telah yang telah kita lewati lalu menengok coretan indah di bangku kecil kita yang mungkin belum terhapus.”
            Hingga berjalan 10 tahun sekolah itu masih mungil.Bagi kami Pahlawan Tanpa Tanda Jasa adalah guru,ilmunya tak pernah ia simpan sendiri,selalu mereka tularkan untuk kami yang tak mengerti tentang abjad dan angka.Hingga kini kami telah tumbuh dewasa karna waktu yang telah mengubah kami.
            “Terimakasih Pak Guru ,terimakasih Bu Guru atas ilmu yang telah kau berikan pada kami kan kami jadikan sebagai cahaya untuk masa depan kami

INFO GURU TERKINI

PUISI CHAIRIL ANWAR

Sajak-sajak Chairil Anwar AKU Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu A...